Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasukan Buzzer: Siapa Pun Bisa Menjadi Siapa Pun di Internet

Kompas.com - 27/01/2022, 11:00 WIB
Sumber Foto: Gramedia.com
Rujukan artikel ini:
Pasukan Buzzer
Pengarang: Chang Kang-myoung
|
Editor Novia Putri Anindhita

Jika bukan karena membaca ringkasan di sampul belakang buku dan memergoki tulisan “Novel” yang tertera di sudut kanan bawah buku, saya hampir mengira Pasukan Buzzer karya Chang Kang-Myoung (judul asli: 댓글부대 Daetgeulbudae) adalah buku nonfiksi.

Rasanya prasangka ini tidak berlebihan.

Buzzer adalah istilah yang sejak beberapa tahun belakangan ini semakin marak diperbincangkan, sangat dekat dengan hal-hal yang berbau kampanye.

Pilpres, pilgub, pilkada, kebijakan-kebijakan publik kontroversial, peluncuran produk baru, entah apa lagi.

Bahkan sebagai pengguna media sosial yang lumayan aktif, tidak jarang cuitan saya di Twitter yang mengandung kata kunci tertentu mendadak disambar seenaknya oleh akun-akun bot yang menimpali dengan makian atau kalimat-kalimat pembelaan berlebihan.

Pokoknya menyebalkan.

Review Novel Pasukan Buzzer

Begitu tahu bahwa Pasukan Buzzer merupakan novel, saya langsung punya firasat yang mengatakan buku ini bukan sesuatu yang bisa saya baca sebagai hiburan semata. Bukan cerita haha-hehe.

Dua ratus delapan puluh sekian halaman kemudian, insting saya terbukti benar.

(Memang) Bukan bacaan ringan.

Pasukan Buzzer menyoroti Tim Aleph, perusahaan pemasaran online yang menawarkan jasa promosi, baik produk hingga perusahaan.

Tim Aleph digawangi oleh Sam-goong yang jago bersiasat sekaligus pakar fafifuwasweswos, Chatatkat yang luwes merangkai kata, dan 01810, yang hingga akhir kisah tak pernah diungkap nama sebenarnya, sebagai ahli komputer.

Proyek-proyek manipulasi opini yang mereka bertiga tangani selama ini bisa terbilang berjalan mulus, sehingga boleh dikatakan tampaknya ketiganya cukup berbesar kepala.

Percaya diri bisa melakukan apa saja.

Tatkala sebuah tawaran pekerjaan yang tidak lazim muncul di hadapan mereka, yakni menghancurkan situs Kafe Jumda dalam rentang waktu satu bulan dengan imbalan sembilan puluh juta won, Tim Aleph pun mengiakan.

Meski Chatatkat dan 01810 sempat bimbang.

Tanpa dinyana, proyek Kafe Jumda ini menjerumuskan Tim Aleph dalam suatu permainan yang lebih besar, yang entah apakah ketiganya berhasil keluar dari sana.

Hidup-hidup, tentunya.

Satu hal yang paling awal mencuri perhatian saya ketika membuka Pasukan Buzzer adalah judul-judul tiap bab yang tertera dalam Daftar Isi.

Novel ini tampak menganggap serius dirinya sendiri.

Penulisnya sengaja mengutip kata-kata Joseph Goebbels yang beredar di internet, walau kemudian disertai penafian bahwa tidak bisa dipastikan apakah Goebbels benar-benar pernah mengucapkan hal-hal yang dikutip tersebut.

Di titik ini, alis saya sudah terangkat.

Hmm. Menarik.

Jajaran judul bab pada novel Pasukan Buzzer yang sungguh lain dari yang lain

Cerita disajikan dalam bentuk kombinasi narasi dan transkrip rekaman wawancara yang alurnya maju-mundur.

Agak membingungkan, terus terang.

Butuh konsentrasi khusus agar tidak tersesat di tengah-tengah membaca.

Komposisi tiap bab tergolong formulaik: transkrip rekaman, foya-foya, seks atau aktivitas sejenis, paparan kegiatan manipulasi opini. Ulangi.

Ketika progres membaca saya mencapai sekitar 50%, benak saya mulai mempertanyakan apakah skena seperti ini memang identik dengan dunia seks? Ataukah penulisnya, Chang Kang-Myoung, hanya ingin memasukkan detil-detil adegan perlendiran yang tidak berkaitan dengan pokok permasalahan agar tulisannya terdengar dewasa, maskulin, dan gagah? Atau barangkali ingin mengekspos betapa misoginisnya pria-pria Korea Selatan kepada dunia?

Kira-kira yang mana nih?

Secara umum, Pasukan Buzzer adalah suatu cerita yang digerakkan oleh plot.

Bukan tokoh-tokohnya. Penokohan tiap karakter yang muncul terasa hanya sebatas pemukaan.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Pembaca tidak belajar banyak tentang sosok Sam-goong, Chatatkat, dan 01810, selain bahwa ketiganya terbilang cukup kikuk di kehidupan nyata dan mudah terbuai perhatian perempuan.

Pembaca yang lebih peduli pada keutuhan karakter dibandingkan kompleksitas plot (seperti saya, misalnya) bisa jadi akan merasa kecewa.

Sebagai kompensasi tipisnya karakterisasi tokoh, Pasukan Buzzer penuh sesak dengan referensi kasus-kasus, gosip, dan isu sosial di Korea Selatan.

Mulai dari rapper hingga pemilihan presiden.

Chang Kang-Myoung benar-benar tidak menahan diri dalam mengerahkan berbagai pengetahuan dan referensi yang dia peroleh selama berkarir sebelas tahun sebagai reporter.

Jujur, ada beberapa momen di mana saya merasa semua informasi yang dilemparkan ini bikin jengah.

Begah. Eneg. Seakan-akan saya sedang duduk bersama seorang laki-laki yang sibuk berceloteh seorang diri, menjabarkan betapa luas wawasannya tanpa sedikit pun berhenti untuk memperhatikan apakah lawan bicaranya menunjukkan minat pada apa yang dia bicarakan.

Tidak mengambil jeda untuk peduli apakah lawan bicaranya punya opini untuk disampaikan.

Asumsi awal saya yang menduga novel ini menganggap serius dirinya sendiri sepertinya tidak bisa dibilang meleset.

Meski begitu, Pasukan Buzzer bukan novel yang buruk.

Saya tidak bisa berbahasa Korea, sehingga tidak mungkin memberikan penilaian terhadap cara penuturan kisah ini dalam bahasa aslinya, tetapi terjemahan bahasa Indonesia dari tangan Iingliana terasa mulus dan mengalir.

Enak banget. Catatan kaki yang nongol di sana-sini, menjelaskan berbagai referensi kasus maupun istilah-istilah khas budaya Korea Selatan juga sangat membantu pemahaman pembaca.

Andaikata skor novel Pasukan Buzzer ini 8 dari 10, 5 poin akan saya dedikasikan untuk Iingliana selaku pengalih bahasa.

Engkaulah juaranya.

Sudah sana ambil sepedanya, Kak.

Ambil sepabrik-pabriknya.

Salah satu contoh catatan kaki.

Menolong sekali yang gini-gini, tuh.

Pasukan Buzzer juga sedikit-banyak memantik renungan.

Internet adalah ruang bebas. Terlalu bebas, malah.

Di Internet, siapa pun bisa menjadi siapa pun. Membuat akun palsu. Mereka-reka identitas baru. Mengaku-ngaku.

Apa yang kita baca, dengar, dan temukan di internet belum tentu sepenuhnya fakta.

Opini bisa digiring. Imej bisa dibangun.

Apa yang benar dan apa yang dipercaya khalayak umum bisa jadi adalah dua hal yang sama sekali berbeda.

Informasi palsu sekalipun, jika disebarkan oleh cukup banyak orang, akan diinterpretasikan sebagai kebenaran.

Sebagai #SaksiPasukanBuzzer, barangkali keraguan adalah sahabat baik yang akan dapat menyelamatkan kita di internet.

Sebab seperti halnya Chatatkat yang sanggup menulis artikel “Perjalanan Kami sebagai Suami-Istri Menjelajahi Amerika Utara dengan Mobil” dilengkapi lima ratus lembar foto padahal nyatanya sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di Amerika Serikat, bisa jadi ulasan ini juga ditulis oleh orang yang sebenarnya sama sekali tidak membaca novel Pasukan Buzzer.

Jadi, sekarang apa yang mau dipercaya?

Buku Pasukan Buzzer bisa kamu dapatkan di Gramedia.com. Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian.

Langsung klik di sini untuk segera dapatkan vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau