Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Generasi Sandwich adalah Seseorang yang Menanggung Hidup Seluruh Keluarganya, Simak Penuturannya Berikut Ini

Kompas.com - 17/03/2023, 18:00 WIB
Generasi Sandwich adalah Sumber Gambar: Pexels.com Generasi Sandwich adalah
|
Editor Ratih Widiastuty

Mungkin bagi sebagian besar orang, istilah generasi sandwich sudah tidak terasa asing lagi karena sudah banyak digembar-gemborkan di mana-mana.

Secara umum, generasi sandwich dapat diartikan sebagai orang-orang yang memasuki usia dewasa yang bertanggung jawab untuk menafkahi anggota keluarganya secara ganda.

Peran ganda yang diemban oleh para generasi sandwich ini adalah bertanggung jawab terhadap anak, adik, kakak, orangtua, hingga mertua untuk diberi nafkah.

Maka tidak heran mengapa istilah ini disematkan karena memang mereka harus menanggung beban finansial dari tiga generasi sekaligus layaknya sandwich atau roti lapis.

Istilah ini sendiri sebenarnya sudah ada sejak tahun 1981 dan berdasarkan studi demografis, terdapat hampir 50% orang berumur 40 hingga 50 tahun yang terjebak dalam mata rantai generasi sandwich.

Kondisi ini bisa dialami baik oleh laki-laki maupun perempuan yang biasanya berada pada rentang umur 30 sampai 50 tahun.

Beban dan dampak yang dipikul oleh para generasi sandwich bisa dibilang sangat berat dan menantang karena biasanya mereka jadi terjebak dengan tanggung jawab finansial yang terasa tidak berkesusahan.

Maka, akibatnya, para generasi sandwich akan sulit untuk memiliki tabungan masa depan karena harus membagi penghasilannya dengan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.

Apa saja dampak yang bisa dirasakan oleh generasi sandwich? Simak jawabannya berikut ini.

Dampak dari Menjadi Generasi Sandwich

1. Merasa Kelelahan Secara Fisik dan Mental

Tidak dapat dipungkiri menanggung beban finansial dari tiga generasi keluarga memang bukan perkara yang mudah.

Maka tidak mengherankan jika para generasi sandwich akan mudah merasa lelah, baik secara fisik maupun mental.

Tidak jarang mereka harus bekerja jauh lebih ekstra dan lama demi mendapatkan penghasilan yang berlebih untuk menanggung kebutuhan keluarga.

Mereka pun tidak bisa memiliki waktu untuk diri sendiri karena harus fokus mencari nafkah demi menghidupi seluruh anggota keluarganya.

2. Lebih Gampang Stres

Beban pikiran sebagai generasi sandwich tentunya akan mengundang atau memicu stres dengan begitu mudah.

Mereka akan merasa tertekan dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab yang seakan semakin berat setiap harinya.

Apabila penghasilan yang didapatkan masih terasa kurang untuk menafkahi keluarganya, maka tidak jarang mereka akan mencari penghasilannya tambahan yang akan semakin membuka peluang stres untuk muncul.

Terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan serta tanggungan yang banyak rentan membuat para generasi sandwich menjadi stres.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

3. Burnout saat Bekerja

Mengingat tanggungan yang harus diberi nafkah, para generasi sandwich haruslah bekerja ekstra demi mendapatkan penghasilan yang mencukupi.

Maka dari itu, waktu istirahat bagi diri mereka biasanya akan sangat kurang sehingga bisa memicu rasa lelah yang luar biasa.

Dampak dari kelelahan tersebut akan memicu berbagai macam emosi negatif yang justru membuat burnout ketika bekerja.

Emosi yang tidak stabil, konsentrasi yang terganggu, hingga motivasi yang turun drastis akan menjadi dampak yang dirasakan oleh para generasi sandwich.

4. Selalu Merasa Bersalah

Meskipun sudah bekerja dengan sangat ekstra, tapi para generasi sandwich tetap akan selalu merasa bersalah.

Perasaan ini hadir tatkala mereka merasa masih belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga mereka, baik anak maupun orang tua.

Walaupun sah-sah saja untuk merasa bersalah, tapi jika hal ini dibiarkan secara terus menerus, justru akan menimbulkan rasa insecure di dalam diri.

Tidak hanya itu, mereka juga jadi tidak bisa menghargai usaha dan kerja kerasnya sehingga malah membenci diri sendiri karena hal ini.

5. Mudah Merasa Khawatir

Tanggungan yang berat dan banyak pada generasi sandwich tak ayal memicu rasa khawatir yang cukup tinggi dalam diri mereka.

Biasanya mereka akan merasa khawatir tidak mampu membiayai orang tua, khawatir akan biaya pendidikan, hingga khawatir akan masa depan mereka sendiri.

Rasa khawatir yang berkepanjangan akan memicu depresi yang semakin membuat generasi sandwich semakin tertekan.

Apalagi jika mereka memilih untuk memendam itu semua sendirian.

Agar kamu bisa mendapatkan gambaran tentang bagaimana kehidupan seorang generasi sandwich, novel Home Sweet Loan mampu memotret ini semua melalui sebuah cerita fiksi yang menarik dengan bumbu-bumbu pemanis di dalamnya.

Bercerita tentang Kaluna yang sudah berkepala tiga, tapi masih tinggal bersama orangtua dan dua kakak kandungnya (beserta keluarga mereka).

Kaluna pun bekerja mati-matian dengan penghasilan yang dicukup-cukupkan dan berusaha untuk mengangsur hunian agar bisa mendapatkan ruang untuk dirinya sendiri.

Namun, di zaman yang semakin edan ini, harga rumah sudah semakin melonjak tinggi dan apakah keinginan Kaluna bisa tercapai?

Cari tahu jawabannya dengan memesan bukunya di Gramedia.com.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau