Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yang Tersisa Usai Segalanya Tiada

Kompas.com - 16/03/2022, 19:00 WIB
Sumber Gambar: Gramedia.com
Rujukan artikel ini:
Hingga Akhir Waktu
Pengarang: Brian Greene
|
Editor Novia Putri Anindhita

Sebagian dari kita pasti menyadari, persoalan tertinggi dalam hidup manusia adalah adanya kematian.

Bak nila setitik yang merusak susu sebelanga, kematian—yang biasanya berlangsung singkat—dengan mudah menghancurkan perjalanan hidup yang begitu lama.

Kematian membuat kita bertanya-tanya, jika pada akhirnya kita akan menjadi binasa, untuk apa kita hidup dari semula? Pertanyaan ini telah menjadi persoalan yang dipikirkan oleh para filsuf sejak awal mula.

Pada masa Yunani Kuno, para filsuf memikirkan kematian sebagai sesuatu yang positif.

Socrates berpendapat bahwa kematian (raga) membebaskan jiwa menuju tempat ideal, di mana seharusnya ia berada.

Aristoteles pun memandang bahwa orang-orang mati jauh lebih bahagia ketimbang yang hidup, dan mati adalah saat kembali ke “rumah” yang sesungguhnya.

Namun di mata kaum eksistensialisme, kematian dipandang sebagai sesuatu yang negatif.

Robert Nozick, seorang filsuf asal Amerika Serikat, pernah berkata, “Kematian menghapusmu .... Terhapus sepenuhnya, segala jejaknya, itu sangat menghancurkan makna kehidupan seseorang.”

Kematian membuat eksistensi manusia menjadi sesuatu yang absurd dan tak bermakna.

Kematian membuat kehidupan terasa seperti sia-sia.

Kematian dan Akhir Segalanya

Kematian begitu menakutkan.

Kedatangannya seakan-akan menghapus kisah-kisah yang ditorehkan manusia sepanjang masa hidupnya.

Namun, sejatinya manusia telah berhasil menyelesaikan ketidaknyamanan eksistensial itu.

Manusia selalu berusaha meninggalkan bekas di alam semesta.

Semakin tahan lama peninggalannya, maka kesannya akan semakin kuat, selah kehidupan yang membuat bekas itu semakin penting.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Sekarang coba bayangkan, apa yang akan kita lakukan seandainya kita tahu, dua minggu setelah kita meninggal dunia, seluruh orang yang masih hidup juga akan mati? Tidak ada lagi orang yang tersisa untuk mengenang kita.

Tidak ada lagi makhluk hidup yang bisa menyadari bekas-bekas keberadaan kita.

Pada titik itu, dunia dan segala isinya berhenti berputar.

Untuk kali pertama, waktu berhenti bergulir.

Hingga Akhir Waktu karya Brian Greene jadi sebuah bahan permenungan yang cocok untuk kita melihat kembali perjalanan kehidupan manusia.

Kehidupan, mulai dari kelahiran sampai kematian, adalah pengalaman personal mengarungi waktu.

Tanpa waktu, kehidupan dan kematian itu pun mustahil ada.

Dalam bukunya, Brian Greene menuliskan banyak penelitan sains dan pemikiran filsuf yang membayangkan akhir dari segalanya.

Brian menjelaskan secara rinci berbagai lapisan realitas yang saling terhubung mulai dari mekanika kuantum hingga kesadaran tentang lubang hitam.

Brian juga menyajikan permenungan-permenungan terkait makna hidup manusia dalam keterkaitannya dengan keberadaan alam semesta.

Pada akhirnya, Hingga Akhir Waktu berusaha membawa kita sedekat-dekatnya kepada tebing terakhir dari eksistensi alam raya.

Dengan menggunakan data-data sains dan buah pemikiran filosofis yang ada selama ini, Brian Greene berusaha memberikan gambaran yang lebih jernih tentang dari mana kita berasal, di mana kita sekarang, dan ke mana kita akan pergi.

Buku Hingga Akhir Waktu bisa dipesan dan dibeli di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, beli buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau