Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Review Buku Ronggeng Dukuh Paruk, Karya Klasik Ahmad Tohari

Kompas.com - 12/03/2022, 12:00 WIB
Sumber Gambar: Canva
Rujukan artikel ini:
Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Pengarang: Ahmad Tohari
Penulis Renny Novita
|
Editor Ratih Widiastuty

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan karya klasik yang ditulis oleh Ahmad Tohari.

Buku edisi baru yang diterbitkan di Gramedia.com merupakan gabungan novel trilogi yang mengisahkan perjalanan hidup Srintil dan Rasus, yang kental dengan potret sosial masyarakat Indonesia di zaman setelah kemerdekaan.

Novel trilogi itu antara lain berjudul Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala yang dikemas menjadi satu judul yaitu Ronggeng Dukuh Paruk.

Sinopsis Buku Ronggeng Dukuh Paruk

Masyarakat dusun Dukuh Paruk tidaklah seceria dulu semenjak ronggeng terakhir mereka yang selalu menghibur, mati keracunan tempe bongkrek.

Padahal, ronggeng dan cabul adalah warisan Ki Secamenggala, seorang begal yang disegani dan dihormati oleh para penduduk kampung.

Saking dihormatinya, masyarakat masih suka mendatangi kuburan Ki Secamenggala dan membakar kemenyan di sana.

Sakarya yang merupakan keturunan dari Ki Secamenggala dan sekaligus juga sebagai pemimpin dusun merasa mempunyai kewajiban untuk melestarikan kembali warisan yang ditinggalkan.

Oleh karena itu, ketika mereka mengetahui Srintil yang berusia 11 tahun pintar menari dan bersenandung nyanyian ronggeng, Sakarya membawa dan menitipkannya kepada dukun Ki Kartareja.

Ki Kartareja adalah dukun yang memimpin grup ronggeng beserta penabuhnya.

Ternyata untuk seorang gadis menjadi ronggeng tidaklah mudah.

Ketika Srintil menginjak usia akil baligh, dia harus melalui serangkaian ujian, antara lain upacara adat penghormatan kepada Ki Secamenggala dan Bukak Kelambu, yaitu sayembara untuk mendapatkan keperawanan calon ronggeng.

Banyak yang datang mengikuti sayembara, walau hati Srintil sebenarnya sudah terpaut pada Rasus.

Rasus yang saat itu berusia 14 tahun, melihat sosok ibu yang tidak pernah dilihatnya di dalam Srintil yang berusia lebih muda darinya.

Namun, perlahan bayangan itu menghilang ketika Srintil bersikukuh menjadi seorang Ronggeng.

Sejak peristiwa Bukak Kelambu, Rasus kemudian pergi meninggalkan desa untuk menjadi buruh pengupas singkong di pasar.

Di pasar inilah Rasus menemukan dunia yang 180 derajat berbeda dengan situasi di dusun dukuh paruk, contohnya saja bagaimana cara memperlakukan wanita.

Di pasar, dia bisa dihajar habis-habisan jika menyapa wanita dengan cuitan dan kata cabul.

Sementara di dusun Dukuh Paruk ini merupakan penghormatan, begitu pula kegiatan cabul.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Seorang suami bisa saja meniduri tetangganya jika istrinya tidak kunjung hamil dan itu diperbolehkan.

Rasus yang menjalani hari-harinya sebagai buruh pengupas singkong semakin menemukan banyaknya perbedaan terutama ketika dia memberanikan diri mendaftar menjadi seorang pelayan serdadu.

Pada suatu hari Rasus yang kini seorang pelayan serdadu kembali lagi ke dusun Dukuh Paruk untuk mencari dua begal yang kabur.

Pencarian mereka berhasil dan Rasus malah dapat menembak kedua begal itu.

Malam itu Rasus tidak ikut serdadu pulang, melainkan bermalam di dusunnya untuk menemui neneknya yang mengurusnya sejak kecil yang kini beranjak tua.

Dia juga menghabiskan malamnya dengan Srintil.

Srintil yang kini berusia 14 tahun sudah menjadi ronggeng kaya dan dia mengajak Rasus untuk menikah.

Namun, yang dilakukan Rasus adalah pergi meninggalkan desa itu keesokan harinya, karena dia bertekad untuk merubah dusun supaya tidak lagi terlibat dalam kenistaan yang menjadi sesuatu yang wajar.

Lalu, akan kah Rasus berhasil mewujudkan impiannya?

Kisah Srintil dan Rasus Lebih dari Sekadar Kisah Romantis

Membaca Ronggeng Dukuh Paruk membawa kita ke dalam situasi bangsa Indonesia di masa awal setelah kemerdekaan.

Potret dusun Dukuh Paruk mungkin merupakan potret kebanyakan dusun-dusun di Indonesia pada masa itu.

Mereka menjalani kehidupan dengan cara bertani dan bersawah, namun menggantungkan harapan pada leluhur dan benda pemujaan ketika kemarau tiba.

Mereka tidak mempunyai cukup ilmu untuk menyelesaikan permasalahan, seperti saat kemarau panjang, dan mereka hanya bisa pasrah.

Permasalahan tidak hanya terjadi pada saat masa kemarau, namun juga di musim penghujan.

Tanpa ilmu pengetahuan, mereka mencari kebahagiaan lewat pertunjukan dan cabul serta tidak mengerti bahwa keduanya tidak pantas untuk orang yang berakal.

Tanpa ilmu pengetahuan, mereka tidak pernah mampu menangkap maksud tertinggi dari kehidupan dan berserah diri pada Ilahi.

Jika kamu ingin membaca buku klasik Ronggeng Dukuh Paruk yang sudah pernah diangkat ke dalam film ini, kamu bisa memesannya di Gramedia.com.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com