Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atavisme dan Keajaiban Cerita Budi Darma

Kompas.com - 01/04/2022, 17:00 WIB
Sumber Gambar: Dok. Gramedia Pustaka Utama
Rujukan artikel ini:
Atavisme
Pengarang: Budi Darma
Penulis Teguh Afandi
|
Editor Novia Putri Anindhita

Beberapa tahun terakhir, ketika pandemi menghajar kemanusiaan, suasana seperti dirundung kehilangan.

Beberapa sastrawan dan tokoh berpulang di tengah tahun-tahun yang melelahkan.

Salah satunya, Budi Darma, yang berpulang pada Agustus 2021.

Beberapa hari setelah pengumuman sampul final People from Bloomington, kumpulan cerpen almarhum yang telah diterjemahkan oleh Tiffany Tsao dan sejadinya akan terbit oleh Penguin Classics pada tahun 2022 ini.

Profil Budi Darma

Budi Darma dikenal sebagai guru besar di UNESA Surabaya, dan masih aktif menulis baik esai, kritik sastra, dan cerita pendek di media massa.

Seolah kreativitas tidak pernah aus oleh usia.

Cerpennya, “Kematian Seorang Pelukis”, terbit di harian Kompas, satu bulan sebelum kepulangan Budi Darma, yakni 4 Juli 2021.

Seolah membenarkan apa yang ditulis Budi Darma, “siang bekerja, malam menulis.”

Buku Atavisme

Buku Atavisme adalah kumpulan terakhir Budi Darma, yang menghimpun tujuh belas cerita pendek yang sudah dimuat di beberapa majalah dan koran.

Bila kita cermati dalam setiap cerita akan muncul keajaiban yang seolah di luar nalar kebanyakan, yang menjadikan ceritanya tampak lucu, ajaib, sekaligus mengulik karakter setiap tokoh.

Beberapa cerpen berlatar era kolonialisme, seperti cerpen Tukang Cukur, Pohon Jejawi, Kita Gendong Bergantian.

Selebihnya melesat dari pasca kemerdekaan hingga latar modern kekinian.

Misalnya, cerpen Bukan Mahasiswa Saya, Suara di Bandara, Dujail, dan yang lain.

Dalam suatu kesempatan, Budi Darma pernah menyampaikan ada dua pendekatan realitas yang dilakukan pengarang untuk menciptakan cerita.

Yakni dengan pendekatan fenomena dan noumena.

Fenomena adalah tangkapan indera.

Penulis yang mengandalkan tangkapan fenomena saja menghasilkan tulisan yang basis data dan risetnya kuat.

Namun satu langkah ke di depannya, Budi Darma menambahkan kemampuan untuk menangkap noumena.

Yakni hasil tangkapan yang berdasarkan pengalaman, bacaan, yang membutuhkan intuisi dan kemampuan imajinasi.

Dan noumena ini yang menentukan sebuah cerita begitu dalam mengulik atau sekadar mencolek di permukaan.

Dua kunci ini setidaknya membantu mengulik alam kepengarangan Budi Darma, terutama dalam buku Atavisme ini.

Budi Darma berhasil mengulik bukan hanya hal-hal detail yang mungkin dilewatkan oleh pengarang lain (kemampuan menangkap fenomena), juga berhasil merumuskan jiwa, keadaan psikologis, tokoh yang kadang tidak terduga (noumena).

Dalam cerpen Pohon Jejawi, kita akan diperlihatkan bagaimana pohon jejawi memiliki keunikan secara fisik baik keberadaan maupun ukuran, juga secara hal-hal yang tak kasat mata.

Budi Darma menjelaskan bagaimana pohon jejawi yang tiba-tiba saja ada di mulut Kedung Gang Buntu.

Keberadaannya yang ajaib, juga ukurannya yang sungguh besar.

Di tengah-tengah Kroepen Straat, tepat di mulut Gang Kedung Buntu, ada sebuah pohon jejawi yang asal-usulnya, seperti juga asal-usul Kedung Gang Buntu, sama sekali tidak jelas. (hal.1)

Pohon jejawi memiliki ukuran yang sangat besar: Andaikata lima belas orang

berjejer-jejer sambil merentangkan tangan mengelilingi lingkaran pohon ini, tidak akan cukup. (hal.4)

Namun, cerita ini bukan sekadar mengungkap keunikan dan keganjilan pohon jejawi.

Sebab unik dan ajaib itu, mencuri perhatian seorang pejabat Belanda, Henky van Kopperlyk ketika masa kolonialisme.

Dan mengaitkan dengan klenik yang diimani oleh masyarakat tradisional, dan pohon jejawi yang superajaib itu menjadi sentra berkumpulnya para pejuang kemerdekaan.

Hingga membangkitkan hasrat Henky van Kopperlyk untuk menebang pohon jejawi tersebut.

Dari sebatang pohon jejawi di mulut Kedung Gang Buntu, Budi Darma mengulik bagaimana pandangan orang Belanda terhadap bumiputera, dan bagaimana keraguan atas kepandaian mengelola bila kawasan Hindia Belanda tidak dipimpin oleh orang kulit putih.

Dengan kemampuan noumena Budi Darma tidak hanya menyajikan satu warna, dia memberikan prespektif lain yang tidak selamanya hitam-putih.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Dalam cerpen Tamu, Budi Darma membawa ambivalensi yang lebih.

Tamu yang dalam budaya kita adalah raja dan harus dijamu dengan sebaik mungkin, digambarkan selain menjengkelkan juga menyimpan luka yang kalau dalam cerita sangat boleh kita caci.

Tamu yang sudah tua itu, selain gemar meminta dibuatkan kopi, juga terus menghina-hina rumah yang kebetulan disambangi, juga menghina para menantu perempuan.

Tamu itu juga memiliki kaitan dengan sejarah kelam di Indonesia.

Namun, Budi Darma tidak hadir sebagai penghakim dalam cerita.

Benar dan salah dalam cerita itu disajikan dengan ambivalen, dan ditutup dengan kalimat yang hidup dalam pikiran tokohnya.

Anaknya datang, memotret mayat ayahnya, memajang potretnya di alun-alun.” (hal.125)

Posisi hitam-putih yang demikian yang digambarkan begitu menarik.

Budi Darma tidak menghakimi dalam cerita, meski digambarkan secara noumena bagaimana tokoh-tokoh menyimpan kekesalannya masing-masing.

Termasuk terhadap tokoh Sandra Liangsi, dalam cerpen Suara di Bandara, yang menghilang setelah membunuh banyak orang dalam sebuah kemah kampus.

Atau bagaimana Budi Darma menggambarkan ambivalensi dalam tokoh Bik Rimang.

Dia digambarkan membunuh suaminya, Jemprot.

Tapi justru kematian Jemprot adalah yang dinantikan oleh banyak orang.

Selain kerap bertindak kriminal dan suka main perempuan, juga semena-mena terhadap Bik Rimang.

Dan tindakan sadis Bik Rimang membunuh Jemprot adalah sudah sewajarnya.

Di luar fiksi, kehidupan memang demikian.

Tidak murni hitam-putih, selalu ada kawasan abu-abu, selalu ada ambivalensi.

Seperti arti dari atavisme sendiri, kemunculan sifat lama, cerpen-cerpen dalam buku ini adalah hadirnya kembali ruang-ruang interpretasi atas hitam-putih yang belakangan semakin kentara dan mengkhawatirkan.

Dalam esainya, “Menulis Sungguh-sungguh dan Menulis Pura-pura” di bukunya Solilokui, Budi Darma menegaskan kembali bagaimana kemampuan fenomena dan noumena dengan kalimat yang lebih eksplisit.

[…] penulis yang betul-betul penulis sebetulnya tidak bisa menulis tanpa persiapan apa-apa. Mereka kaya pengalaman batin, kepekaan, imajinasi, kemampuan berbahasa, kemampuan bercerita, dan lain-lain kemampuan. Mereka-reka apa yang akan ditulisnya hanyalah soal kecil bagi mereka. (Buku Soloilokui, hal.141)

Atau dalam bahasa lain Budi Darma menulis:

[….] sumber dari segalanya di sini adalah kedalaman. Dan kedalaman ini terletak di otak, yang tidak mudah ditiru. (Buku Solilokui, hal.135)

Penulis yang harus mampu tidak hanya menyelesaikan tulisan, juga memberi kedalaman.

Dari dua pernyataan Budi Darma dalam kumpulan esianya, Solilokui, kita dapat mengira-ngira bagaimana Budi Darma berhadapan dengan ide dan mengeksekusi menjadi cerita fiksi.

Selain Budi Darma berkeyakinan pada kedalaman, juga dapat diterjemahkan Budi Darma menganut menulis tanpa kerangka.

Bisa dilihat dari cerpen-cerpen dalam Atavisme, bagaimana cerita bermula dan berakhir dengan sesuatu yang mengejutkan dan membuat pembaca terkagum.

Kalau dalam bahasa Seno Gumira Ajidarma, yang disampaikan dalam seminar mengenang Budi Darma yang diselenggarakan oleh kampus UNESA, “Dapat dikatakan di sini posisi Budi Darma adalah sebagai pengamat, meski gaya penulisannya sebagai esai sangat merdeka, jauh dari bahasa dan apalagi argumentasi ilmiah.”

Buku kumpulan cerpen Atavisme adalah manuskrip terakhir karya Budi Darma.

Dan sampul buku ini dikerjakan dengan sangat baik oleh ilustrator Wulang Sunu, yang menampilkan karakter-karakter subtil dan aneh sesuai dengan karakter-karakter ceritanya.

Sastrawan besar yang bukan hanya menghadirkan cerita-cerita apik, juga kaya akan teknik dan momen-momen permenungan karakter manusia.

Dan nuansa ambivalensi dalam cerpen Budi Darma juga mengkritik kondisi sekarang yang kerap terpagar hitam putih.

Buku Atavisme dan Solilokui bisa dipesan dan dibeli di Gramedia.com. Buku mulai tersedia pada tanggal 7 April 2022.

Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa digunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, borong semua buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.

promo diskon promo diskon

Rekomendasi Buku Terkait

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com