Pengambilan keputusan adalah salah satu aktivitas paling umum yang kita lakukan setiap hari, mulai dari yang mudah hingga paling rumit.
Ada dua proses berpikir yang mendorong kita untuk mengambil sebuah keputusan, yaitu logika dan emosi.
Logika akan membuat kita dapat mengambil keputusan dan tindakan secara rasional, sementara emosi mengantarkan kita untuk bertindak secara emosional.
Lantas ketika dihadapkan pada sebuah pilihan, mana yang harus dipilih?
Emosional
Manusia sangat erat kaitannya dengan emosi.
Setiap hari, manusia menggunakan emosinya untuk bereaksi atas berbagai peristiwa yang terjadi.
Perasaan dan emosi apa pun yang mereka rasakan akan ditunjukkan melalui gerak tubuh, percakapan, serta reaksi yang mereka munculkan.
Karena itulah, orang yang emosional cenderung ekspresif.
Emosi juga dapat menyebabkan seseorang dapat bereaksi bahkan pada hal-hal kecil, dan reaksi tersebut ditentukan oleh jenis emosi yang mendominasi, entah itu emosi positif maupun emosi negatif.
Selain itu, orang yang emosional juga mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya, emosi negatif menyebabkan seseorang menjadi tempramental, memiliki suasana hati yang berubah-ubah, motivasi yang rendah, hingga kepribadian yang kurang baik.
Karena itu, orang yang emosional dianggap terlalu rentan dan seringkali sulit untuk dihadapi.
Rasional
Rasionalitas berkaitan dengan penalaran dan logika.
Ketika seseorang bertindak secara rasional, maka mereka tidak hanya menuruti emosi semata, melainkan mampu mengendalikan diri, memikirkan masalah yang terjadi dengan mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara logis dan masuk akal.
Pemikiran rasional mencegah seseorang untuk bertindak semaunya, karena sadar bahwa setiap tindakan akan ada akibatnya.
Karena orang dengan kecenderungan rasional lebih banyak berpikir daripada berekspresi, mereka sedih diberikan label “kurang berperasaan”.
Namun justru karena itu, keputusan yang diambil secara rasional biasanya tidak hanya beralasan, tetapi juga yang paling tepat untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah.
Apakah Emosi Mempengaruhi Tindakan Rasional?
Xiong dan Liu dari Xi’an University of Technology membahas mengenai pengaruh emosi pada perilaku rasional seseorang dari sudut pandang neurosains.
Penelitian ini menghasilkan fakta bahwa emosi positif menyebabkan seseorang dapat menelaah resiko yang mungkin muncul dan mencari cara menghadapinya dengan kooperatif, sementara emosi negatif justru menuntun seseorang untuk menghindari resiko dan bersikap tidak kooperatif.
Emosi negatif yang dibiarkan mendominasi akan berdampak buruk dan menyebabkan seseorang kesulitan untuk mengambil tindakan yang rasional.
Tak hanya itu, emosi juga dapat mengubah cara seseorang berpikir dan mengontrol perilaku.
Ini sering terjadi pada mereka yang berjuang dengan kondisi kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan, dimana emosi mereka membuat mereka berpikir dengan cara yang tidak logis.
Tindakan Rasional vs Emosional, Mana yang Lebih Baik?
Baik logika maupun emosi, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
1. Kelebihan dan Kekurangan Tindakan Rasional
Logika mengantarkan kita untuk berpikir secara tepat berdasarkan penalaran atas fakta-fakta, yang memungkinkan kita untuk mengambil tindakan secara rasional.
Namun meski begitu, tindakan rasional tidak dapat muncul hanya dengan logika, tetapi juga harus melibatkan emosi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hu dan Wang tentang pengaruh neurosains pada modern society, ada 4 level pengambilan keputusan, dan level paling tinggi dan kompleks adalah rasional.
Keputusan yang menghasilkan tindakan rasional didapatkan dari penggunaan logika dan emosi positif yang diproses secara tepat.
Karena proses ini tidak sederhana, maka untuk menghasilkan tindakan rasional diperlukan energi mental dan fisik yang cukup besar.
Sederhananya, ketika kita berpikir dengan menggunakan nalar dan logika, akan menyita perhatian, memakan waktu yang lama, dan melelahkan namun keputusan yang dihasilkan cenderung tepat.
2. Kelebihan dan Kekurangan Tindakan Emosional
Emosi tidak selalu baik, bahkan dapat menipu diri kita sendiri.
Level terendah pada pengambilan keputusan menurut Hu dan Wang adalah intuitif, yang hanya berdasarkan emosi dan intuisi.
Apa yang kita pikir benar menurut emosi, bisa jadi justru sesuatu yang dapat menjebak.
Dalam kasus yang cukup familiar, alasan mengapa seseorang yang terlibat toxic relationship sulit untuk mengakhiri adalah karena mereka menutup nalar dan logika, serta hanya menggunakan emosi pada saat mengambil keputusan.
Kelebihannya, emosi yang positif seperti empati dapat membuat seseorang “melunak” dan mengambil tindakan emosional yang tepat.
Contohnya seperti seorang hakim yang memberi pengampunan pada pencuri beras yang terpaksa mencuri karena kelaparan.
3. Mana yang Lebih Baik?
Pada dasarnya, tindakan rasional cenderung lebih baik daripada tindakan emosional.
Semakin seseorang dapat berpikir kritis dan objektif tentang sebuah keputusan sebelum bertindak, semakin besar kemungkinan keputusan itu akan menjadi yang terbaik.
Semakin banyak seseorang didorong oleh emosi dan naluri, maka semakin besar pula kemungkinan itu menjadi keputusan yang impulsif atau irasional.
Tetapi, manusia juga tidak bisa tanpa emosi sama sekali.
Hingga kini, emosi masih memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan yang logis sekalipun.
Untuk mengatasinya, kamu perlu untuk mengelola dan merangkul emosi dengan baik agar dapat membawa kamu pada keputusan dan tindakan yang tepat.
Sebagai rekomendasi agar pengelolaan emosi berjalan dengan baik, buku Memahami dan Mengelola Emosi yang ditulis Aloysius Germia Dinora adalah buku yang tepat untuk kamu baca.
Buku ini bagaikan terapi jiwa yang membantu agar pembacanya terbebas dari belenggu emosi.
Tidak ditujukan untuk melawan, buku ini justru mengajarkan kamu agar dapat berdamai dengan baik buruknya emosi yang datang silih berganti setiap harinya.
Jika tertarik, buku Memahami dan Mengelola Emosi bisa kamu dapatkan secara online melalui Gramedia.com.
Selamat membaca!