Bagaimana kita bisa mengetahui suatu resep atau bahan tersebut berasal dari Tiongkok? Sebagian dapat dengan mudah diketahui dari namanya, misalnya sayuran “hijau” yang masih biasa disebut dengan nama aslinya: bakcoi, caisim, kailan, dsb.
Ada pula bahan lain yang juga masih disebut dengan nama yang terdengar asing di telinga, seperti taoco, taosi, tahu, dan semua yang berhubungan dengan kata tao, yang berarti kacang dan biasanya adalah kacang kedelai.
Selain itu juga ada hidangan yang masih disebut dengan nama asli, seperti fuyunghai, keluyuk, babi Tung Po, atau ayam Kung Pao.
Bagaimana bahan-bahan itu masuk ke Nusantara merupakan cerita panjang yang bermula dari para nelayan yang dengan kapal mereka berlayar ke negara-negara Selatan, yang mereka sebut Nanyang.
Motivasi mereka untuk mengarungi laut yang ganas dengan badai yang sewaktu-waktu bisa menyerang—apakah mereka datang atas inisiatif sendiri untuk mencari keuntungan atau karena mendapat perintah dari juru masak kerajaan untuk mencari rempah-rempah dan bahan-bahan eksotis lain untuk dapur Kaisar—tetaplah menjadi sebuah misteri yang sulit untuk dilacak.
Satu hal yang penting dalam memasak masakan China adalah semua harus dilakukan dengan saksama.
Dalam kitab Lun Yu (Ananlects) dijelaskan bahwa Konfusius tidak memakan makanan yang sudah tidak segar lagi.
Ia juga tidak memakan daging yang sudah berubah warna dan baunya.
Daging harus dipersiapkan dengan baik dan dipotong menurut peraturannya.
Kuah daging harus dibuat sesuai dengan resepnya.
Ia tidak memakan daging secara berlebihan dan pasti tidak melebihi nasinya.
Ia tidak memakan dendeng dan arak yang tidak dibuat di rumah sendiri.
Mungkin berdasarkan contoh inilah persiapan memasak di setiap rumah tangga keluarga China selalu mengutamakan ketelitian.
Agar mendapatkan rasa yang tepat, makanan harus dibuat dengan saksama, sesederhana apa pun masakan itu.
Ca sayuran harus dibuat dengan timing yang tepat dan jumlah bawang putihnya pun harus cukup.
Bahkan, pemotongan sayuran dan batangnya juga harus sesuai aturan.
Persiapan merupakan bagian yang sangat penting dari ritual memasak.
Juru masak China tidak suka dengan freezer.
Bagi mereka daging atau ikan harus datang langsung dari pasar atau bahkan akan lebih baik jika langsung dari pejagalan atau laut.
Bahan-bahan harus dipotong dalam ukuran yang tepat, sesuai dengan resep.
Untuk itu, mereka biasanya mempunyai pisau pemotong khusus dan papan kayu agak keras yang biasanya berbentuk bundar sebagai alas.
Alat penting lainnya adalah wajan, yang karena bagian dasarnya sedikit bulat panas api jadi lebih merata.
Wajan ini serbaguna dan bisa dipakai untuk membuat ca, menumis, atau menggoreng.
Berkat ketelitian ini, masakan China menjadi salah satu masakan yang paling unggul di dunia.
Untuk mendapatkan masakan yang paling lezat, orang China tidak pernah berhenti mencari bahan atau resep baru.
Karena cuaca di Indonesia sangat menguntungkan, masyarakatnya dapat menikmati sayuran sepanjang tahun, termasuk asparagus, selada air, dan tomat.
Meskipun demikian, tidak banyak sayuran yang dapat dikatakan sebagai sayuran asli Indonesia.
Pada Candi Borobudur, kita dapat melihat ukiran bermacam-macam buah-buahan, termasuk langsat, nangka, durian, manggis, jambu pisang, dan kelapa.
Dari buah-buahan tersebut hanya kelapa dan nangka muda yang dapat digunakan untuk masakan.
Namun, ketika Laksamana Cheng Ho datang dengan ekspedisinya, kurang lebih 600 tahun kemudian, juru tulisnya, Ma Huan, menceritakan, bahwa ia melihat bermacam-macam sayuran seperti di negara Tiongkok.
Sayuran hijau dibawa oleh pelaut dari Tiongkok.
Menurut Ibn Batuta, seorang pelaut dari Maroko yang telah puluhan tahun menjelajah perairan sekitar Nusantara, ia pernah melihat para pelaut Mongol dan China menanam sayuran dalam bak-bak besar di kapal-kapal mereka.
Rupanya sayuran ini juga ditanam di kepulauan Nusantara hingga sampai saat ini masih dikenal dengan nama China, misalnya bakcoi, caisim, kailan, atau sawi China.
Ada pula sayuran yang datang dari Eropa atau Amerika Latin, melalui Eropa, seperti misalnya tomat, kentang, wortel, dan cabai.
Jika meninjau makanan Indonesia yang banyak menggunakan cabai, kita akan menyangka, bahwa cabai memang asli Indonesia dan mungkin tidak bisa menerima pendapat yang mengatakan, bahwa cabai dibawa oleh ekspedisi Columbus yang pernah “nyasar” ke Amerika dan kemudian disebarluaskan diseluruh dunia, termasuk Indonesia.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Ada perbedaan besar antara cara orang Tionghoa dan Indonesia memasak sayuran.
Orang Tionghoa biasa men-“ca” sayuran, yaitu memasukkannya ke dalam sedikit minyak yang telah dipanaskan, kemudian aduk-aduknya di wajan, dengan api besar, sampai matang.
Orang Amerika menyebut cara ini stir-fry atau “aduk-goreng”.
Sementara itu, orang Indonesia memasak sayuran dengan cara “menumisnya”, dan hasilnya adalah sayuran menjadi matang dan layu, sehingga kegaringan yang masih terasa dalam masakan China pun hilang.
Orang Eropa biasa merebus sayuran dan membuang airnya, padahal air itulah yang mengandung vitamin dan zat-zat bergizi lainnya.
Cara menumis memang khas China.
Cara tersebut terbukti menghasilkan hidangan yang cepat, lezat, dan bergizi.
Di dapur China disebutkan beraneka sayuran yang diawetkan dengan garam atau cuka.
Menghasilkan sayur asin, tetapi sayuran lain yang diawetkan, seperti lobak, mentimun, dan lain-lain masih banyak diimpor dalam kaleng atau wadah kecil.
Sayuran yang diawetkan di sini sangat lezat untuk dimakan dengan bubur di pagi hari.
Salah satu jenisnya adalah dong-cai yang biasa dipakai untuk sup bakso daging atau ikan.
Ada satu penyedap untuk masakan dari sayuran dengan bahan kedelai, yaitu kecap dan taoco.
Ada pula saus wijen atau tiram dan arak masak, bahkan ada pula tapai yang merupakan sisa dari pembuatan arak.
Ada banyak resep hidangan sayur yag merupakan paduan kuliner olahan China dan Indonesia, tentu saja cay tidak ketinggalan.
Kata cap di sini sering dikira berarti sepuluh, seperti pada capgomeh (malam ke-15 bulan pertama).
Ternyata, arti cap berbeda, yaitu aneka.
Jadi, berapa macam sayuran pun boleh digunakan dalam resep ini, asalkan serasi.
Capcay dari Cirebon yang menggunakan 10 jenis sayuran.
Sawi asin adalah hasil fermentasi dari sawi hijau.
Jenis sawi ini berasal dari China dan sudah populer di masyarakat kita.
Jika Anda ingin membuat sendiri? Tidaklah sulit! Jika diolah lebih lanjut sawi asin bisa menjadi berbagai hidangan lezat yang mampu menggetarkan lidah Anda! Sawi asin banyak digunakan dalam campuran masakan China.
Sesuai dengan namanya, sawi asin mempunyai cita rasa yang agak asin, asam cuka, dan sedikit rasa alkohol.
Rasa khas sawi asin justru menambah aroma pada hidangan yang memakai ikan, ayam, atau daging.
Rasanya segar menggugah.
Kembang tahu pun sering dipadankan dengan hidangan yang memakai kedelai.
Sawi putih merupakan sayuran yang berasal dari China.
Rebung adalah simbol dari tunas baru.
Imlek di Indonesia merupakan tradisi yang dikenang oleh para China.
Meski tidak semeriah dulu, pada hari Imlek hidangan dengan bahan dasar rebung kerap kali menjadi hidangan pilihan yang khas.
Orang Cina terkenal akan masakan tumis mereka.
Stir-fry dalam bahasa Inggris.
Menumis memang menghasilkan masakan yang enak, tanpa banyak cara pengolahan yang rumit.
Ini adalah hidangan yang mengarah ke cara memasak Szechuan, salah satu propinsi di China yang sudah tersohor akan masakannya yang harum dan lezat!
Buku Masakan China Peranakan ala @dapoersikoko Hits di Instagram bisa Anda baca e-book nya di Gramedia Digital.
Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian. Yuk, borong semua buku di atas dengan lebih hemat! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya.