Jati Diri Bangsa Indonesia dalam Bidang Pendidikan

Lihat Foto
Sumber Gambar: Pexels.com
Jati Diri Bangsa Indonesia dalam Bidang Pendidikan 
Rujukan artikel ini:
Pancasila Jati Diri Bangsa Indonesia:…
Pengarang: Mayjen TNI (Purn) Tono…
Penulis Anggi
|
Editor: Novia Putri Anindhita

Di tengah gempuran budaya asing yang semakin cepat masuk ke berbagai aspek kehidupan, jati diri bangsa Indonesia menjadi salah satu hal yang perlu dijaga.

Budaya dan nilai-nilai lokal bisa terpengaruh jika generasi muda tidak dibekali pendidikan yang tepat.

Oleh karena itu, pendidikan sangat penting untuk menanamkan karakter, nilai-nilai bangsa, dan rasa bangga terhadap budaya Indonesia agar generasi kita tetap cerdas sekaligus beridentitas kuat.

Selain pelajaran akademik, pendidikan juga mengajarkan nilai-nilai karakter yang menjadi ciri khas bangsa, seperti gotong royong, toleransi, kejujuran, dan tanggung jawab.

Melalui pendidikan, kita akan menjadi bangsa yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki pegangan budaya, rasa memiliki, dan rasa kebangsaan yang kuat.

Dengan fondasi ini, generasi muda mampu menghadapi pengaruh budaya asing tanpa kehilangan arah atau identitasnya.

Nilai Pancasila dalam Sikap dan Etika

Jati diri bangsa dalam pendidikan berakar pada Pancasila sebagai kompas moral.

Nilai-nilai ini harus diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran, bukan sekadar dihafal, tetapi dijadikan prinsip etika dalam bertindak, berpikir, dan berinteraksi dengan orang lain.

1. Pancasila dalam Tindakan

Penerapan Pancasila dalam pendidikan tidak sekadar menghormati lambang negara atau menghafal sila-silanya.

Lebih dari itu, Pancasila menjadi pedoman praktis dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.

Misalnya, Sila 1 (Ketuhanan Yang Maha Esa) menjadi dasar etika dalam bersikap dan bertindak, sementara Sila 2 dan 3 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia) diterapkan dalam menghargai keberagaman, bekerja sama, dan berdiskusi secara santun di kelas.

2. Fondasi Demokrasi

Pendidikan juga berperan dalam menerapkan demokrasi yang terkandung dalam Pancasila.

Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan) melatih siswa untuk musyawarah dan mufakat saat mengambil keputusan kelompok, serta Sila 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia) untuk menumbuhkan kesadaran akan keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Tameng Karakter

Ketika Pancasila tidak lagi dijadikan pedoman, bibit-bibit radikalisme dan intoleransi akan sangat mudah masuk memengaruhi generasi bangsa.

Oleh karena itu, pendidikan yang kuat menjadi tameng utama untuk menjaga keberagaman dan membentuk karakter siswa.

Pancasila menjadi dasar dalam setiap sikap dan tindakan, membimbing siswa dalam bersikap.

Gotong Royong sebagai Kekuatan Kolektif

Gotong royong merupakan salah satu kekuatan kolektif yang dimiliki bangsa Indonesia.

Nilai ini mencerminkan kemampuan untuk bekerja sama, saling membantu, dan mengutamakan kepentingan bersama.

Berikut beberapa keunggulan

1. Belajar Empati

Gotong royong bukan sekadar kerja sama, tetapi juga melatih empati.

Saat mengerjakan tugas kelompok, siswa belajar bahwa keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan diri sendiri, tetapi juga oleh bagaimana mereka membantu teman yang mengalami kesulitan.

2. Kerjasama

Pendidikan harus mendorong bentuk kerjasama antar siswa agar setiap individu dapat berperan aktif sesuai dengan kemampuan dan keunikannya.

Proses ini tidak sekadar menyelesaikan tugas bersama, tetapi juga membangun rasa saling memiliki, memperkuat kebersamaan, dan menumbuhkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan sehari-hari.

3. Praktik Nyata

Penerapan gotong royong di lingkungan sekolah, misalnya membersihkan kelas bersama atau proyek sosial dapat menanamkan rasa tanggung jawab, empati, dan kerja sama sejak dini.

Tantangan dan Cara Menjaga Jati Diri di Era Digital dan Global

Tantangan utama pendidikan di era digital adalah gempuran budaya global dari media sosial dan tren yang dapat menyebabkan krisis identitas pada generasi muda.

Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan digital yang cerdas untuk memfilter dan menanamkan nilai-nilai lokal.

Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

Proses self discovery bagi generasi muda kini menjadi sulit karena mereka kesulitan membedakan pengaruh luar dan nilai-nilai lokal.

Jadi, dalam hal ini pendidikan yang tepat dapat membentuk self discovery mereka menjadi individu yang cerdas dan berkarakter.

1. Gempuran Media Sosial

Tren budaya asing yang masuk tanpa filter sering kali membuat siswa lebih tertarik pada idola luar daripada pahlawan atau budaya bangsa sendiri.

Oleh karena itu, pendidikan harus mengubah konten digital menjadi sarana yang dapat mendidik dan menanamkan nilai-nilai lokal.

2. Standarisasi Global

Ada kecenderungan sistem pendidikan global yang hanya fokus pada kemampuan teknis dan nilai akademik, sementara pendidikan karakter berbasis budaya sering terabaikan.

Oleh karena itu, kurikulum pendidikan di Indonesia harus berani melawan arus standarisasi global ini.

3. Peran Guru

Guru tidak bisa lagi hanya jadi penyampai materi.

Mereka juga harus menjadi fasilitator budaya, mencontohkan nilai Pancasila, dan mendorong diskusi yang kritis tentang identitas.

Aksi Nyata Menjaga Jati Diri Bangsa

Kita tidak bisa membiarkan jati diri bangsa hanya dibentuk oleh sosial media atau tren digital.

Oleh karena itu, peran kita adalah menjadi contoh yang konsisten menerapkan nilai Pancasila, gotong royong, serta mendorong sekolah untuk membuat kurikulum berbasis kearifan lokal.

Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan antara lain:

1. Jadikan Pancasila sebagai Pedoman

Tunjukkan nilai gotong royong dan toleransi dalam interaksi sehari-hari.

Perlihatkan bahwa menghargai perbedaan adalah kekuatan, bukan kelemahan.

2. Tingkatkan Literasi Budaya

Gunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari di rumah atau lingkungan sekitar.

Dorong anak-anak atau adik-adik untuk mengenal cerita rakyat, kesenian, dan tradisi lokal.

3. Dukung Kurikulum Kearifan Lokal

Dorong sekolah membuat proyek berbasis kearifan lokal, misalnya membuat film pendek tentang sejarah daerah atau menganalisis nilai filosofis tari tradisional.

Kegiatan ini membantu siswa merasa bangga dan terikat dengan identitas budaya mereka.

Memperkuat jati diri bangsa indonesia dalam bidang pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk masa depan.

Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Pancasila, kearifan lokal, dan gotong royong membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter, bertanggung jawab, dan bangga akan identitasnya.

Sebagai referensi, buku Pancasila Jati Diri Bangsa Indonesia: Filosofi Lambang Negara bagi Kehidupan Bangsa membahas Pancasila sebagai inti jati diri bangsa.

Buku ini memadukan sejarah, filosofi lambang Garuda, dan aktualisasi nilai-nilai setiap sila dengan tujuan menanamkan karakter Pancasila pada generasi muda serta seluruh warga negara.

Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, diharapkan kehadiran buku ini dapat menjadi penguat karakter Pancasila sebagai jati diri bangsa, utamanya para generasi muda.

Selain itu, buku Gotong Royong sebagai Budaya Bangsa Indonesia tak kalah pentingnya menanamkan gotong royong sebagai fondasi sosial dan budaya bangsa.

Buku ini membahas bagaimana gotong royong sebagai budaya Indonesia yang berisikan nilai-nilai kebersamaan, kepedulian, kolaborasi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuannya untuk menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdat secara akademik, tetapi juga memiliki rasa empati dan tanggung jawab sosial yang kuat.

Kedua buku ini tersedia dan bisa kamu baca melalui Gramedia Digital!

TAG:

Terkini
Lihat Semua
Jelajahi