September menjadi bulan yang menorehkan kejadian penting, tak terlupakan, dan abadi dalam sejarah, yaitu Perang Dunia II pecah di Eropa. Baca selengkapnya terkait Kronologi dan Penyebab Perang Dunia II.
Kejadian ini lantas menjadi momentum untuk mengingat banyak hal seperti nisan-nisan yang bernama maupun yang tidak, langit kelabu di Polandia, sisa-sisa pertempuran mulai dari benda-benda yang tampak, hingga trauma pasca perang yang dialami penyintas, juga impian Jerman untuk mencapai hegemoni nan absolut di daratan Eropa.
Pada September 1939, Jerman dengan peranan Adolf Hitler, seorang politisi Jerman dan ketua Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau lebih dikenal dengan Partai Nazi, menginvasi Polandia dan menyebabkan pecahnya Perang Dunia II di Eropa.
Selain menginisiasi Perang Dunia II di Eropa, ia juga terlibat dalam berbagai operasi militer selama perang serta pembantaian besar-besaran (genosida) terhadap sekitar enam juta kaum Yahudi dan jutaan korban lainnya, yang dikenal dengan istilah Holocaust.
Peristiwa ini adalah luka yang barangkali masih menganga bagi sebagian besar orang, juga patut dianggap sebagai salah satu peristiwa paling kelam sepanjang sejarah; cerminan betapa rapuhnya kemanusiaan.
Pidato yang Karismatik
Dikenal sebagai sosok yang sangat terobsesi akan supremasi Jerman, nyatanya Adolf Hitler lahir di Braunau am Inn, Austria, pada 20 April 1889, dan baru pindah ke Jerman pada 1913.
Lahir di Austria, Hitler tetap memiliki bibit-bibit nasionalis Jerman sejak kecil dan tak berubah selama puluhan tahun lamanya.
Pada 1920, ia mulai bekerja purna waktu untuk NSDAP, dan setahun kemudian Hitler mempunyai kemampuan berpidato yang baik, hingga mampu berpidato dihadapan 6.000 orang di Munich pada Februari 1921.
Pidato yang ia sampaikan sebenarnya tak lebih dari propaganda untuk menentang Perjanjian Versailles, pesaing politik, serta kaum Marxis dan Yahudi.
Namun, karena banyaknya kaum nasionalis Jerman yang anti pemerintah dan ingin meruntuhkan Marxisme, Hitler kian populer bersama dengan pidatonya yang dianggap karismatik.
September Kelabu di Polandia, Impian Lebensraum bagi Kaum Jerman
September dikenal sebagai bulan yang kelam karena Sejarah Perang Dunia II yang jadi salah satu pertempuran paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.
Bermula pada 1 September 1939, dan berakhir di bulan yang sama pada enam tahun kemudian yaitu, 2 September 1945.
Kendati melibatkan banyak negara di dunia dan terdiri dari berbagai serangan dan pertempuran, perang ini bermula dari September kelabu di Polandia.
Saat itu, Jerman telah dikuasai oleh Partai Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler yang menginginkan pemerintahan nan fasis di sana.
Hitler lantas menginisiasi invasi Jerman ke Polandia yang memicu reaksi dari negara lainnya, dan benar saja, dua hari kemudian, Britania dan Prancis pun menyatakan perang terhadap Jerman.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Jerman tentu tak tinggal diam, lewat serangkaian perjanjian dan kampanye, mereka membentuk aliansi yang disebut sebagai Poros bersama Italia, dengan tujuan untuk menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa.
Ambisi Jerman ini tak terlepas dari kebijakan ekspansionis yang diusung Hitler untuk memperkuat hegemoni Jerman Nazi yang absolut di Eropa, dengan upaya menciptakan Lebensraum ‘ruang hidup’ bagi kaum Jerman.
Kebijakan tersebut sebetulnya tak lebih dari pemikiran rasis Hitler yang meyakini bahwa bangsa Jerman adalah bangsa yang unggul dan superior.
Jejak Jerman Nazi di Nusantara
Pada Perang Dunia II, Hindia Belanda yang kini disebut sebagai Indonesia, ternyata pernah menjadi tempat perlindungan U-boat, atau kapal selam Jerman yang digunakan untuk bertempur melawan kapal sekutu.
Basis U-boat yang berada di Jakarta memiliki stasiun radio yang memadai untuk dapat berhubungan dengan Markas Besar Armada Jerman di Tokyo, karena saat itu Indonesia memang masih berada di bawah kekuasaan kolonial Jepang, dan Jepang termasuk dalam aliansi Poros bersama Jerman dan Italia.
Barangkali tak banyak yang tahu bahwa secara keseluruhan, 17 U-boat pernah beroperasi dari Jakarta dan Surabaya selama Perang Dunia II.
Menjelang kekalahan Jerman Nazi, salah satu U-boat, U-183, berlayar pada suatu malam, dengan alasan hendak berpatroli di lepas pantai Filipina, namun kapal selam tersebut akhirnya ditenggelamkan oleh kapal selam USS Besugo milik angkatan laut Amerika Serikat di Selat Sunda.
Ya, sangat jelas bahwa Jerman sudah di ambang kekalahan hingga Hitler pun mengakhiri hidupnya pada 30 April 1945, lalu Jerman melalui kata sandi “Lübeck” yang dikirimkan atase angkatan laut Jerman kepada semua U-boat di Asia, menyatakan bahwa mereka telah menghentikan permusuhan.
Selain pernah menjadi tempat perlindungan U-boat, Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki cabang Partai Nazi di Asia Pasifik.
Indonesia juga menjadi tempat berlibur Karl Dönit, mantan panglima U-boat dan pengganti Hitler saat itu, yang terkesima dengan keindahan Bali, dan Rudolf Oebsger-Röder, tokoh intelektual Nazi yang telah bergabung dengan gerakan Hitlerjugend (Pemuda Hitler) sejak berusia 17 tahun, ternyata merupakan penulis buku biografi Soeharto yang terkenal, The Smiling General: President Soeharto of Indonesia!.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hubungan sejarah yang unik dengan Jerman Nazi dan kenyataan ini tentu membuat kita bertanya-tanya, apakah ada lagi jejak yang ditinggalkan Hitler di Nusantara?
Siapakah kaki tangan Hitler di Indonesia? Atau, jangan-jangan ada penjahat perang Nazi yang bersembunyi di Indonesia pasca-Perang Dunia II?
Buku Jejak Hitler di Nusantara: Petualangan, Intrik, dan Konspirasi Nazi di Indonesia yang ditulis oleh Nino Oktorino bisa mengupas tuntas babak sejarah Indonesia yang terlupakan ini.
Lewat buku ini, kita akan diajak untuk melihat rekam jejak keberadaan Nazi di Nusantara, yang tak banyak diketahui khalayak, melalui narasi yang akurat dan terpercaya, dan tentu saja ada fakta-fakta menarik yang bisa memuaskan rasa penasaran kita terangkum secara apik di buku ini.